JAKARTA (ranahpesisir.com ) – – Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin meminta santri untuk memegang teguh prinsip islahiyah sebagai khittahnya dalam melakukan perbaikan di segala bidang, seperti politik, ekonomi dan sosial budaya. Pernyataan ini disampaikan Wapres Amin di acara Halaqah Kebangsaan untuk menyambut dan memperingati Hari Santri 2022 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) RI, Jumat (21/10/2022) pagi.
“Tugas kita sebagai santri adalah melakukan perbaikan-perbaikan, karena khittah santri itu khittah islahiyah. Santri harus siap menerima tugas apapun kalau itu dipercayakan. Bisa sebagai presiden, wapres, menteri, atau gubernur,” kata Wapres.
Lebih lanjut, Wapres pun berpesan agar langkah santri dalam berkarya bukan untuk mencari kedudukan atau kemuliaan, tetapi semata-mata untuk melakukan perbaikan. Jikapun ada kedudukan atau kemuliaan yang turut didapat maka itu harus diyakini sebagai hadiah dari Tuhan atas segala perjuangan yang telah dilakukan.
Sehingga ia pun berpesan kepada para santri agar terus mempertahankan tiga prinsip dasar yang selama ini menjadi landasan hidup kaum santri, yakni pertama, memegang teguh slogan cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Artinya santri harus selalu siap membela, mempertahankan, dan memperjuangkan bangsa dan negara.
Kedua, sebut Wapres, memegang teguh mitsaq atau kesepakatan dalam bernegara. Sebab, terbentuknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini karena adanya kesepakatan dari para pendiri bangsa. Oleh karenanya santri harus bisa menolak kehadiran ideologi lain selain Pancasila.
Ketiga, santri harus terus menjadi pemakmur bumi. Adapun salah satu caranya adalah dengan mengembangkan ekonomi melalui pertanian, perkebunan, pertambangan, ataupun perindustrian.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD menyampaikan alasan pihaknya menyelenggarakan peringatan Hari Santri yang notabene banyak mengurusi masalah politik. Menurutnya, urusan politik yang paling pokok adalah mengurus ideologi, dan ideologi negara Indonesia dibangun oleh para pendiri bangsa bersama kaum santri dan ulama.
“Oleh sebab itu, tema Hari Santri di Kemenkopolhukam hari ini mengambil tema di bawah payung politik nasional, yaitu Ideologi Negara, Ideologi Santri,” ungkapnya.
Menurutnya, kaum santri di Indonesia telah mengalami kemajuan yang luar biasa. Kalau dulu santri sering diejek sebagai kaum udik atau kampungan, dan hanya bisa bekerja di sektor agama dalam arti sempit, santri sekarang sudah mengalami mobilitas sosial vertikal yang luar biasa.
Santri telah masuk ke berbagai profesi seperti saudagar, pejabat, akademisi, pimpinan ormas, politisi, bahkan juga seniman atau sastrawan. Selain itu, para santri juga banyak berkiprah dalam jabatan penting di berbagai instansi pemerintahan, termasuk di TNI-Polri.
Sementara itu, Bupati Tegal Umi Azizah yang juga seorang santri lulusan Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar, Jombang turut diundang bersama 22 kepala daerah lainnya yang juga lulusan santri pondok pesantren.
Umi mengatakan, salah satu prinsip hidup seorang santri adalah amar maruf nahi munkar. Sehingga jika itu diterapkan di lingkungan birokrasi, kepemimpinan santri tidak saja mampu mewarnai kehidupan pemerintahan, tapi juga membawa perubahan mendasar, salah satunya budaya antikorupsi dan semangat melayani tanpa pamrih.
Menurutnya, kedua pilar tersebut menjadi kunci utama dalam membangun good governance, pemerintahan yang bersih dan melayani. Prinsip islahiyah sebagaimana yang disampaikan Wapres, sebut Umi, merupakan wujud keseimbangan spiritualitas individu santri yang bersifat vertikal atau hablun minallah dengan kepentingan kebangsaan, kepentingan negara yang bersifat horizontal atau hablun minannas.
“Menjadi santri harus siap sedia mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara, menjadikan nasionalisme sebagai bagian dari sikap religiusnya,” kata Umi.
Hadir pada acara ini Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, para ulama dan habaib, pimpinan ormas Islam, serta bupati dan walikota. (*)